Pengunggah adalah Instagram @teluuurrr pada 10 April 2021. Akun itu mengunggah sebuah gambar berisi narasi mengenai vaksin korongna (plesetan kata corona) yang merupakan mRNA atau RNA messenger. Vaksin ini berisi kode gen yang memberikan instruksi untuk sintesis DNA dan protein-protein dalam tubuh.
Promosi Persib Bandung, Timnas Indonesia dan Percaya Proses
“[…] makanya banyak dokter bule bilang ini bukan vaksin tapi terapi gen. Jadi begitu disuntik dia langsung memodulasi gen kita, injeksi itu kan langsung ke aliran darah, langsung masuk ke cairan interstitial/antar sel, langsunh mRNA ini jadi instruksi untuk menyebabkan mutasi,” bunyi narasi dalam gambar itu.
Narasi berlanjut dengan menyebutkan klaim Prof. Dolores Chahill yang memprediksi kematian seusai penyuntikan antara 5-10 tahun. Prediksi kematian lebih singkat ada pada kelompok lansia yakni 2-3 tahun.
Barcode
“Lah kok ada yg baik2 saja setelah disuntik, termasuk ALUSI… Apa gunanya BARCODE????? Ini percobaan besar2 gak semuanya berisi vaksin, sisanya placebo/sediaan kosong… Pake barcode supaya bisa dentry datanya dan dievaluasi berdasarkan data pasien..." sambung narasi itu.Espos menelusuri kebenaran klaim-klaim dari gambar itu. Pertama, klaim vaksin merupakan terapi gen. Dalam situs resmi Satgas Penanganan Covid-19, Covid19.go.id, vaksin bukanlah obat. Vaksin mendorong pembentukan kekebalan spesifik pada penyakit Covid-19 agar terhindar dari tertular maupun kemungkinan sakit berat.
“Vaksin bekerja dengan merangsang pembentukan kekebalan tubuh secara spesifik terhadap bakteri/virus penyebab penyakit tertentu. Apabila terpapar, seseorang akan bisa terhindar dari penularan atau sakit berat akibat penyakit tersebut,” tulis redaksi Covid19.go.id.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito, mengatakan penyuntikan vaksin, ada serangkaian uji untuk memastikan mutu, keamanan, dan efikasi vaksin di BPOM. Uji meliputi proses produksi, distribusi, dan pengawasan setelah penyuntikan vaksin. Pada vaksin Sinovac, misalnya, BPOM menggelar inspeksi ke fasilitas produksi di Tiongkok. Inspeksi juga berlangsung di PT Bio Farma guna memastikan pembuatan vaksin dengan standar cara pembuatan obat yang baik.
Pelacakan Distribusi
Kemudian, BPOM akan menerbitkan emergency use authorization (EUA). Untuk penerbitan EUA ini, BPOM merujuk pada standar internasional seperti WHO terbitkan, FDA Amerika Serikat, dan European Medicines Agency (EMA). Akan ada evaluasi bersama Komite Nasional Penilai Obat dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Persetujuan penggunaan vaksin mengacu pertimbangan manfaat jauh lebih besar daripada risiko yang muncul.“Setelah ada EUA, BPOM akan terus mengawasi distribusi dan penyuntikan untuk mendapatkan laporan apabila ada side effect. Jika ada, bisa kemungkinan pengambilan keputusan kembali. Itu apabila muncul efek yang besar,” kata Penny, 7 Desember 2020.
Terkait barcode pada kemasan vaksin, Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan barcode berfungsi untuk pelacakan distribusi vaksin, bukan melacak keberadaan masyarakat yang sudah mendapat vaksin. Pemerintah menjamin kerahasiaan data peserta vaksinasi.
“Kementerian atau lembaga dan badan hukum Indonesia yang memperoleh data pribadi penduduk atau data kependudukan tak boleh menggunakan data pribadi penduduk melampaui kewenangannya,” kata Wiku seperti dilansir Detik.com, 19 Januari 2021.
Konten Menyesatkan
Sementara itu, klaim Ketua Partai Kebebasan Irlandia (Irish Freedom Party), Dolores Cahill, tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat. Bahkan, Cahill berulang kali menyatakan hal yang menyesatkan terkait Covid-19 seperti yang Thejournal.ie beritakan.Portal online asal Irlandia itu mengungkap sejumlah kekeliruan pernyataan Cahill seperti vitamin C, vitamin D, dan Zinc, bisa mencegah Covid-19. Faktanya, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim ini. Cahill juga mengklaim rasio kematian akibat Covid-19 hanya 1 dari 1,8 miliar orang. Faktanya, studi dari Johns Hopkins University menunjukkan rasio kematian Covid-19 adalah 1 banding 45. Angka ini 40 juta kali lebih tinggi daripada klaim Cahill.
“Akhirnya, angka resmi menunjukkan bahwa Cahill salah untuk mengatakan hanya dua atau tiga orang di Irlandia yang akan meninggal dengan Covid-19 pada musim flu,” tulis redaksi Thejournal.ie, 9 Januari 2021. Berdasarkan uraian tersebut, klaim vaksin merupakan terapi gen merupakan klaim keliru. Hal ini termasuk hoaks dengan kategori konten menyesatkan.