Esposin, JAKARTA -- Pada sesi kedua Debat Pertama Calon Presiden Pemilu Tahun 2024 di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023) malam, calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyebut adanya kendala bagi kaum minoritas untuk mendirikan tempat ibadah.
Ia menyebut sebab sulitnya pendirian tempat ibadah itu adalah birokrasi. "Kelompok minoritas sulit membuka tempat ibadah karena dipersulit oleh birokrasi," ujarnya.
Promosi Persib Bandung, Timnas Indonesia dan Percaya Proses
Pernyataan Prabowo itu tidak sepenuhnya benar, tidak pula sepenuhnya benar. Selain birokrasi, sejumlah kegagalan pendirian tempat ibadah minoritas juga disebabkan penolakan masyarakat.
Dikutip dari laman resmi Universitas Airlangga (Unair), Pakar HAM Unair, Haidar Adam, mengatakan bahwa lanskap intoleransi yang berakhir penolakan pendirian tempat ibadah juga dipicu birokrasi.
Ia menuturkan bahwa Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 & No. 8 Tahun 2006 (Peraturan 2 Menteri) memberikan ruang bagi masyarakat untuk memanifestasikan tendensi intoleransi pada pembangunan rumah ibadah. Hal ini tentu merupakan bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan beribadah, yang di Indonesia merupakan suatu hak konstitusional dan diakui secara tegas sebagai HAM.
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia.